Saturday, October 31, 2009

Jalan Menuju SUKSES

Seorang anak muda berbicara dengan gurunya. Ia bertanya, “Guru,
bisakah engkau tunjukkan di mana jalan menuju sukses ?”

Uhm….., Sang Guru terdiam sejenak. Tanpa mengucapkan sepatah kata,
sang Guru menunjuk ke arah sebuah jalan. Anak muda itu segera
berlari menyusuri jalan yang ditunjukkan sang Guru. Ia tak mau
membuang-buang waktu lagi untuk meraih kesuksesan. Setelah beberapa
saat melangkah tiba-tiba ia berseru, “Ha! Ini jalan buntu!” Benar,
di hadapannya berdiri sebuah tembok besar yang menutupi jalan. Ia
terpaku kebingungan, “Barangkali aku salah mengerti maksud sang
Guru.”

Kembali, anak muda itu berbalik menemui sang Guru untuk bertanya
sekali lagi, “Guru, yang manakah jalan menuju sukses.”

Sang Guru tetap menunjuk ke arah yang sama. Anak muda itu kembali
berjalan ke arah itu lagi. Namun, yang ditemuinya tetap saja sebuah
tembok yang menutupi. Ia berpikir, ini pasti hanya gurauan. Dan anak
muda itu pun merasa dipermainkan.

Emosi dan dengan penuh amarah ia menemui sang guru, “Guru, aku sudah
menuruti petunjukmu. Tetapi yang aku temui adalah sebuah jalan
buntu. Aku tanyakan sekali lagi padamu, yang manakah jalan menuju
sukses? Kau jangan hanya menunjukkan jari saja, bicaralah!”

Sang guru akhirnya berbicara, “Di situlah jalan menuju sukses. Hanya
beberapa langkah saja di balik tembok itu.”

Pesan:
Tiada kesuksesan tanpa adanya halangan yang harus dilalui terlebih dahulu. Siapa bilang tembok adalah tujuan akhir?

Sumber : Pusat Motivasi Indonesia ( GRUP Facebook )

Thursday, October 29, 2009

Kesabaran dalam Belajar.

Seorang anak muda mengunjungi seorang ahli permata dan menyatakan maksudnya untuk berguru. Ahli permata itu menolak pada mulanya, karena dia kuatir anak muda itu tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk belajar. Anak muda itu memohon dan memohon sehingga akhirnya ahli permata itu menyetujui permintaannya. “Datanglah ke sini besok pagi” katanya.

Keesokan harinya, ahli permata itu meletakkan sebuah batu berlian di atas tangan si Anak muda dan memerintahkan untuk menggenggamnya. Ahli permata itu meneruskan pekerjaannya dan meninggalkan anak muda itu sendirian sampai sore.

Hari berikutnya, ahli permata itu kembali menyuruh anak muda itu menggenggam batu yang sama dan tidak mengatakan apa pun yang lain sampai sore harinya. Demikian juga pada hari ketiga, keempat, dan kelima.

Pada hari keenam, anak muda itu tidak tahan lagi dan bertanya, “Guru, kapan saya akan diajarkan sesuatu?”
Gurunya berhenti sejenak dan menjawab, “Akan tiba saatnya nanti,” dan kembali meneruskan pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian, anak muda itu mulai merasa frustrasi. Ahli permata itu memanggilnya dan meletakkan sebuah batu ke tangan pemuda itu. Anak muda frustrasi itu sebenarnya sudah hendak menumpahkan semua kekesalannya, tetapi ketika batu itu diletakkan di atas tangannya, anak muda itu langsung berkata, “Ini bukan batu yang sama!”

“Lihatlah, kamu sudah belajar,” kata gurunya.

Pesan:
Ilmu tanpa terasa telah didapatkan seseorang, jika ia sabar dalam belajar.

Sumber : motivation-live.blogspot.com

Wednesday, October 21, 2009

Beranilah untuk memulai.

Tak ada yang mudah untuk memulai sesuatu. Wajar saja jika banyak orang yang takut untuk memulai sesuatu. Motivator dan inspirator muda, Rudy Lim akan memandu Anda untuk memulai sesuatu dengan keyakinan.

Ketika perlahan Anda akan memasuki suatu keadaan yang baru, ada suatu ketakutan berkecamuk dalam diri. "Mampukah saya memulainya?" Itulah pertanyaan mendasar yang akan menggoyahkan keyakinan Anda. Hanya ada dua pilihan di depan Anda: mencoba memulainya atau mundur-dan berarti Anda menyerah.

Padahal, Anda tidak akan pernah tahu seberapa besar potensi yang Anda miliki jika tidak berani untuk memulai. Jika diibaratkan hidup adalah sebuah per, Anda tidak akan pernah tahu sepanjang apa per itu dapat ditarik jika Anda tidak pernah mencoba atau takut untuk menariknya.

Maka mulailah! Atasi rasa takut Anda karena itu adalah hal yang wajar. Bahkan, Anda telah berada di jalan yang tepat. Mengapa? Karena, apa yang akan Anda mulai itu sangat berharga bagi diri Anda.

1. Pilihlah Impian Anda (Tentukan Target yang Jelas)

Sebelum Anda memulai dengan hal baru, yakinkan diri Anda bahwa ini merupakan impian yang selama ini ingin Anda raih. Dengan pilihan yang tepat, Anda akan lebih yakin untuk memulai segalanya. Pencapaian seseorang ditentukan dari berbagai hal, mulai dari usahanya, keyakinannya, hingga ada pula yang mengaitkannya dengan keberuntungan. Namun, hal-hal tersebut hanya seperti mutiara-mutiara yang berceceran.

Ada satu yang sangat penting untuk menyatukan semua mutiara tersebut, yaitu talinya. Ketika mutiara-mutiara tersebut dirangkai dengan talinya, akan menjadi sebuah kalung yang berharga. Lalu apa sebenarnya tali tersebut dalam hidup kita? Pilihan, pilihan untuk menjadi apa yang Anda inginkan. Orang bisa sukses karena dia memilih untuk sukses. Jika Anda tidak memiliki dasar yang kuat tentang apa yang ingin Anda raih, keyakinan Anda untuk memulai lebih menggoyahkan.

2. Jangan Terpengaruh oleh Kegagalan Masa Lalu

Jangan pernah menganggap ketakutan yang muncul ketika Anda ingin memulai sesuatu sebagai akibat dari kegagalan di masa lalu. Anggaplah kegagalan itu sebagai suatu proses menuju kesuksesan atau hasil lain dari kesuksesan. Syukuri kegagalan tersebut. Karena, dengan kegagalan, Anda memiliki pengalaman berharga untuk memulai lembaran baru dalam kehidupan ini. Anda belajar untuk mengetahui mana yang baik dan buruk bagi Anda melalui kegagalan.

Ubah mindset tentang diri Anda sendiri. Jika Anda hanya memikirkan tiga kata, yaitu gagal, gagal, dan gagal, Anda akan gagal. Jika mindset Anda tidak diubah, Anda akan terus terpuruk dalam kegagalan.

Jangan pernah menyerah karena kegagalan. Jika Anda menyerah, impian Anda tidak akan tercapai. Parahnya, semakin sering Anda menyerah karena kegagalan, hal tersebut menjadi biasa dalam hidup Anda. Maka, mulailah lembaran baru dalam hidup Anda dengan keyakinan, bukan dengan berkaca pada
masa lalu.

Cukup ambil hal-hal penting dari kegagalan yang pernah terjadi. Jangan menjadikannya pedoman bagi hidup Anda. Seperti ketika menyetir mobil, Anda tidak akan terus melihat ke kaca spion, melihat apakah kendaraan di belakang Anda lewat, melihat bagaimana kondisi di belakang Anda. Namun, Anda harus fokus melihat ke depan dan hanya sesekali melihat ke belakang untuk melihat keadaan di belakang Anda. Life must go on !

3. Buka Pikiran Anda terhadap Segala Kemungkinan Baru

Jangan pernah takut untuk memulai hanya karena orang di sekeliling Anda meragukan kemampun Anda. Buka pikiran Anda dan jadilah diri sendiri. Jika Anda hanya memikirkan tanggapan orang, Anda tidak akan bisa berkembang. Bukan orang lain yang menentukan apa yang harus dilakukan, tapi Anda sendirilah pembuat keputusannya. Maka, ketika keputusan itu sudah yakin Anda buat, jangan pernah mundur. Jangan pernah menyerah !

Sesuatu yang menjatuhkan Anda harus menjadi sesuatu yang memotivasi diri Anda untuk mengejar impian. Semakin banyak orang yang meragukan Anda, seharusnya Anda semakin termotivasi untuk mencapai cita-cita. Buktikan kepada mereka bahwa Anda bisa dan mampu untuk menggapainya.

Seperti sebuah ungkapan "A great pleasure in life is doing what other people say you can't do it". Slogan ini adalah cara saya untuk menangkis tanggapan orang. "Setiap kali orang mengatakan kita tidak bisa, malah semakin mendorong kita untuk menggapai impian tersebut." ~Rudy Lim

Orang bijak berkata bahwa nasib di tangan kita. Kita sendiri yang meramal masa depan kita dan jalan apa yang akan Anda ambil berikutnya. Jika ada lembaran baru yang harus Anda buka, jangan ragu untuk memulai. Yakinkan kepada diri sendiri dan semua orang bahwa Anda bisa. Anda mampu!

Semoga bermanfaat dan Salam Hebat Luar Biasa !

Sumber : Rudy Lim ( Motivator Indonesia )

Orkestra Kehidupan.


Dikisahkan, ada seorang bapak tua sedang mengunjungi anaknya di kota. Suatu sore, saat senggang, dia berjalan-jalan di seputar perumahan. Tiba-tiba terdengar bunyi suara yang menyakitkan telinga tuanya.

Mengikuti arah suara yang mengganggu itu ke sumbernya, tampak seorang anak kecil sedang belajar bermain biola. “Ngiiik!! Ngook!! Ngiik!! Ngokk!” Untuk pertama kalinya si bapak tahu tentang bagaimana alat musik bernama biola dimainkan. Bapak itu berpikir, “Aku tidak ingin lagi mendengar suara yang mengerikan seperti itu.”

Hari lainnya, si bapak kembali mendengar suara yang mendayu-dayu membelai telinga tuanya. Dengan penasaran, diikutinya sumber suara merdu yang belum pernah didengarnya selama ini. Sesampainya di sana, bapak tua itu pun terperangah melihat seorang wanita tua, sang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya. Diam-diam dia di sana, ikut menikmati alunan musik yang indah.

Seketika itu, bapak tua menyadari kesalahannya. Suara yang tidak mengenakkan telinga yang didengarnya dulu, bukanlah merupakan kesalahan dari alat musiknya dan bukan pula salah si anak yang memainkannya. Suara "mengerikan" itu hanyalah proses belajar dan berlatih seorang anak untuk bisa memainkan alat musik biolanya dengan baik.

Di suatu hari yang lain lagi, kembali si bapak tua mendengar gaung suara merdu lain yang bahkan melebihi keindahan dan kejernihan suara biola sang maestro. Dia pun segera mencari tahu, apa gerangan yang menjadi sumber suara itu. Setiba di sana, mata tuanya terpana kagum. Ternyata, itu adalah suara orkestra besar yang dimainkan sebuah simfoni indah.

Begitu banyak orang secara bersama-sama, dengan masing-masing orang memainkan alat-alat musik yang berbeda. Menghasilkan sebuah harmoni yang luar biasa. Enak dipandang, nikmat didengar, dan terasa sekali semangat kebersamaan para pemain untuk menyuguhkan sebuah mahakarya seni. Tepuk tangan membahana pun terdengar seusai diakhirinya lagu yang telah mereka mainkan bersama.


Pesan :

Begitu pula dalam kehidupan ini, kita sering kali terkagum-kagum saat menikmati atau melihat suatu prestasi besar. Tetapi saat kita melihat awal dari proses perkembangannya, mungkin kita tidak menaruh perhatian bahwa proses latihan yang konsisten akan melahirkan hasil yang mengagumkan, seperti bapak tua ketika mendengar suara sumbang yang dimainkan oleh anak kecil sebagai pemula belajar biola itu.

Dari sisi lain, kita pun bisa belajar dari cerita tadi bahwa dari kekuatan individu yang memiliki keahlian masing-masing, jika bisa bersatu dan bersama-sama memainkan sesuai dengan peranannya, maka itu akan melahirkan kekuatan sinergi yang akan menghasilkan prestasi dengan kualitas yang berbobot dan mengagumkan!!

Sumber : Andrie Wongso ( Motivator Indonesia )

Monday, October 19, 2009

Belajar dari seekor Belalang.


Seekor belalang telah lama terkurung di dalam sebuah kotak. Suatu hati ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira ia melompat-lompat menikmati kebebasannya.

Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain, namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran dia menghampiri belalang lain itu dan bertanya, “Mengapa Kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?” Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan, “Dimanakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan .”

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Kadang-kadang kita manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, tradisi, dan kebiasaan bisa membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam-dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tahukan Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa di ikat hanya dengan seutas tali yang terikat pada sebilah pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kakinya, padahal “sesuatu” itu bisa jadi hanya seutas tali kecil… Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri bahwa Anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau Anda mau menyingkirkan “penjara” itu?

Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap di luar batas kemampuan dan pemikiran Anda? Sebagai manusia kita berkemampuan untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami.

Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin Anda capai. Sakit memang, lelah memang, tapi jika Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan Anda akan lebih baik kalau Anda hidup dengan cara hidup pilihan Anda sendiri, bukan dengan cara yang dipilihkan orang lain untuk Anda.

Sumber: Anonymous
Saya bersyukur dianugerahi Tuhan bakat mudah melucu. Saya tegaskan, saya sebetulnya tidak lucu, cuma mudah melucu. Dari sisi tampang, saya lebih tepat disebut pemurung, kalau tidak terlalu kasar untuk disebut memelas. Karena kemudahan inilah sebagian kalangan menyebut saya sebagai lucu, sebutan yang sebetulnya mendatangkan banyak beban.

Tidak setiap kemudahan itu selalu mudah karena kadangkala malah mendatangkan kesulitan. Teman saya yang bertubuh jangkung justru selalu menjadi orang suruhan di setiap kesempatan ketika tinggi badan sedang jadi hambatan. Diminta mengambilkan ini, menyantolkan itu, atau menjangkaukan sesuatu. Karena dianggap gampang mencari uang maka kepadanya orang cenderung berhutang dan minta sumbangan. Karena berwajah rupawan seseorang jadi mudah tergoda dan rawan perselingkuhan. Karena dianggap lucu, setiap saat saya diminta untuk menghibur orang.

Permintaan secara terus terang sebetulnya tidak ada. Tetapi permintaan diam-diam itulah yang terus saja berdatangan. Sejak mahasiwa saya sudah sering ditanggap di berbagai forum diksusi kecil-kecilan. Apakah karena saya pintar? Tidak. Nilai rata-rata saya di kampus cuma cukup untuk lulus. Itupun lulus pas-pasan. Undangan itu datang pasti karena anggapan sebagai orang lucu itu. Tetapi sekali lagi, anggapan itu sebenarnya keliru. Karena jika boleh, mestinya saya lebih memilih tidak melucu. Jika di dekat saya telah ada orang lucu, saya akan dengan gembira berada di dekatnya meletakkan peran ini dan langsung nebeng tertawa. Jauh nian beda antara pihak yang tinggal tertawa dan pihak yang harus membuat tawa. Menjadi sekadar yang tertawa seperti orang kelaparan yang kepadanya disodorkan makanan kesukaan. Tetapi menjadi pembuat tawa, seperti koki, yang betapapun enak masakannya, ia telah lebih dulu mual oleh pengap asapnya. Jadi jika boleh memilih, kedudukan sebagai pihak yang sekadar tertawa pasti lebih menyenangkan.

Tetapi hidup memang tidak boleh memilih cuma apa yang kita suka. Karena lalu siapa nanti yang harus mengerjakan soal-soal yang kita tdak suka, tetapi amat dibutuhkan dalam hidup. Kerja bakti dan jaga malam adalah soal tidak saya sukai, tetapi ia dibutuhkan kampung saya. Menunggu adalah pekerjaan menjengkelkan, apalagi menungu cuma untuk disuntik misalnya. Tetapi semua itu dibutuhkan bagi kesehatan. Melucu memang melelahkan, tetapi ia dibutuhkan untuk kegembiraan, setidaknya bagi keluarga saya. Karena pernah suatu hari saya menuruti kelelahan ini dan sama sekali tidak melucu seharian, rumah saya jadi terasa sunyi. Anak-anak menganggap bapaknya sedang susah, istri mengira suaminya sedang marah. Padahal sungguh tidak ada apa-apa. Hanya ingin istirahat saja. Tetapi dunia di rumah saya seperti berhenti berputar hanya karena saya menghentikan salah satu kebiasaan.

Keluarga jadi kehilangan separo kegembiraannya. Istri memasak sambil terdiam. Anak-anak yang biasanya belajar sambil menyanyi kini belajar sambil membisu. Mereka sesungguhnya tidak sedang belajar, tetapi sekadar membolak-balik buku. Televisi juga lupa dinyalakan. Sesisi rumah sepi-senyap karena semua sedang sibuk dengan kemurungannya sendiri-sendiri, cuma karena sebuah fungsi lupa dijalankan. Pada saat itulah, saya menyadari bahwa melucu adalah tugas. Dan ketika tugas itu kembali saya jalankan dengan cara sederhana: misalnya cuma berjoget di depan kaca, seisi rumah langsung menemukan kembali barangnya yang hilang.


Sumber : Prie GS.

Friday, October 16, 2009

Pemancing Cilik.

Pada tepian sebuah sungai, tampak seorang anak kecil sedang bersenang-senang. Ia bermain air yang bening di sana. Sesekali tangannya dicelupkan ke dalam sungai yang sejuk. Si anak terlihat sangat menikmati permainannya.
Selain asyik bermain, si anak juga sering memerhatikan seorang paman tua yang hampir setiap hari datang ke sungai untuk memancing. Setiap kali bermain di sungai, setiap kali pula ia selalu melihat sang paman asyik mengulurkan pancingnya. Kadang, tangkapannya hanya sedikit. Tetapi, tidak jarang juga ikan yang didapat banyak jumlahnya.

Suatu sore, saat sang paman bersiap-siap hendak pulang dengan ikan hasil tangkapan yang hampir memenuhi keranjangnya, si anak mencoba mendekat. Ia menyapa sang paman sambil tersenyum senang. Melihat si anak mendekatinya, sang paman menyapa duluan. "Hai Nak, kamu mau ikan? Pilih saja sesukamu dan ambillah beberapa ekor. Bawa pulang dan minta ibumu untuk memasaknya sebagai lauk makan malam nanti," kata si paman ramah.

"Tidak, terima kasih Paman," jawab si anak.

"Lo, paman perhatikan, kamu hampir setiap hari bermain di sini sambil melihat paman memancing. Sekarang ada ikan yang paman tawarkan kepadamu, kenapa engkau tolak?"

"Saya senang memerhatikan Paman memancing, karena saya ingin bisa memancing seperti Paman. Apakah Paman mau mengajari saya bagaimana caranya memancing?" tanya si anak penuh harap.

"Wah wah wah. Ternyata kamu anak yang pintar. Dengan belajar memancing engkau bisa mendapatkan ikan sebanyak yang kamu mau di sungai ini. Baiklah. Karena kamu tidak mau ikannya, paman beri kamu alat pancing ini. Besok kita mulai pelajaran memancingnya, ya?"

Keesokan harinya, si bocah dengan bersemangat kembali ke tepi sungai untuk belajar memancing bersama sang paman. Mereka memasang umpan, melempar tali kail ke sungai, menunggu dengan sabar, dan hup... kail pun tenggelam ke sungai dengan umpan yang menarik ikan-ikan untuk memakannya. Sesaat, umpan terlihat bergoyang-goyang didekati kerumunan ikan. Saat itulah, ketika ada ikan yang memakan umpan, sang paman dan anak tadi segera bergegas menarik tongkat kail dengan ikan hasil tangkapan berada diujungnya.

Begitu seterusnya. Setiap kali berhasil menarik ikan, mereka kemudian melemparkan kembali kail yang telah diberi umpan. Memasangnya kembali, melemparkan ke sungai, menunggu dimakan ikan, melepaskan mata kail dari mulut ikan, hingga sore hari tiba.

Ketika menjelang pulang, si anak yang menikmati hari memancingnya bersama sang paman bertanya, "Paman, belajar memancing ikan hanya begini saja atau masih ada jurus yang lain?"

Mendengar pertanyaan tersebut, sang paman tersenyum bijak. "Benar anakku, kegiatan memancing ya hanya begini saja. Yang perlu kamu latih adalah kesabaran dan ketekunan menjalaninya. Kemudian fokus pada tujuan dan konsentrasilah pada apa yang sedang kamu kerjakan. Belajar memancing sama dengan belajar di kehidupan ini, setiap hari mengulang hal yang sama. Tetapi tentunya yang diulang harus hal-hal yang baik. Sabar, tekun, fokus pada tujuan dan konsentrasi pada apa yang sedang kamu kerjakan, maka apa yang menjadi tujuanmu bisa tercapai."

Sumber : artikelmotivasi.blogspot.com